Abdullah bin Dinar bercerita bahwa satu kali ia dan kholifah Umar tengah berjalan-jalan. Mereka menjumpai seorang anak kecil yang sedang menggembala domba. Umar berkata padanya “Juallah seekor kambing kepadaku”. Anak lelaki itu menjawab “Domba-domba ini bukan milikku, tetapi milik tuanku”. Untuk mengujinya Umar berkata lagi “Engkau kan bisa katakan kepadanya bahwa seekor srigala telah menerkam seekor domba. Tuanmu tak akan tahu”.
“Dia memang tak akan tahu, tetapi Alloh SWT mengetahuinya”, kata anak itu lagi. mendengar jawaban tersebut Umar menangis. Dia mengikuti anak itu untuk membebaskannya dari tuannya. “Ucapanmu itu telah membuatmu bebas di dunia dan bebas pula di akhirat”.
“KENAPA ILMU HARUS DIAMALKAN?”
Alkisah seorang Arab Badawi bermaksud menjual sekarung gandum ke pasar. Berulang kali ia mencoba meletakkan karung itu diatas punggung unta dan berulang kali ia gagal. Ketika hampir putus asa terkilas pada pikirannya pemecahan sederhana. Ia mengambil satu karung lagi dan mengisinya dengan pasir. Ia merasa lega ketika karung itu bergantung dengan seimbang, segera ia berangkat ke pasar.
Di tengah jalan, ia bertemu dengan orang asing yang berpakaian compang-camping. Ia diajak oleh orang asing untuk berhenti sejenak dan bebincang-bincang. Orang Badawi itu menyadari bahwa yang mengajaknya berbincang itu orang yang banyak pengetahuan. Tiba-tiba orang asing itu menyaksikan dua buah karung bergantung pada punggung unta.
“Apa yang bapak angkut itu kelihatannya sangat berat”, orang asing itu. “Salah satu karung berisi gandum yang akan saya jual ke pasar. Satu lagi karung yang berisi pasir untuk menyeimbangkan keduanya pada punggung unta”, jawab orang Badawi. Sambil tertawa, orang asing itu memberi nasehat “Mengapa tidak ambil setengah dari karung yang satu dan memindahkan kekarung yang lain. Dengan begitu unta menanggung beban yang ringan dan ia dapat berjalan cepat”.
Orang Badawi takjub, ia tidak pernah berpikir seperti itu. Tetapi sejenak kemudian, ketakjubannya berubah menjadi kebingungan. Ia berkata “Anda memang pintar, tetapi dengan segala kepintaran ini mengapa bergelandangan seperti ini, tidak punya pekerjaan dan bahkan tidak punya sepatu”.
Orang asing itu menarik nafas panjang-panjang, “Jangankan sepatu, hari ini pun saya tidak punya uang. Untuk makan malam saja, setiap hari saya berjalan dengan kaki telanjang untuk mengemis sekerat atau dua kerat roti”.
“Lalu apa yang anda peroleh dengan seluruh kepandaian dan kecerdikan anda itu?”, tanya si Badawi.
“Dari semua pelajaran dan pemikiran, aku hanya memperoleh sakit kepala dan khayalan hampa. Percayalah, semuanya itu hanya bencana bagiku, bukan keberuntungan”, tutur si filsuf.
Orang Badawi itu berdiri melepaskan tali unta dan bersiap-siap untuk pergi. Kepada filsuf yang kelaparan dipinggir jalan, ia memberi nasehat “Hai, orang yang tersesat menjauhlah dariku, karena aku kuatir kemalanganmu akan menular kepadaku. Bawalah semua kepandaianmu itu sejauh-jauhnya dariku. Sekiranya dengan ilmumu itu kamu ambil suatu jalan, aku akan mengambil jalan yang lain. Sekarung gandum dan sekarung pasir boleh jadi berat, tetapi itu lebih baik dari pada kecerdikan yang sia-sia. Anda boleh jadi pandai, tetapi kepandaian anda hanya kutukan, saya boleh jadi bodoh, tetapi kebodohan saya mendatangkan berkah karena walaupun saya tidak cerdik, tetapi hati saya dipenuhi rahmatNYA dan jiwa saya berbakti kepadaNYA”.
Kiranya ada hikmah dibalik kisah itu, ketika saat ini banyak dari cendekiawan kita tidak bisa mengamalkan ilmunya dijalan Alloh SWT.
Ijin berbagi ya... :))
BalasHapusWah bagus ya cepennya saya suka....
BalasHapussiipsiip
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapussemngat dan trus tingkatin yakh,,lumayan bagus kok wat qu...
BalasHapus